Atas nama hukum dan HAM, wartawan mengekspos besar-besaran pernikahan Syeh Puji dan Lutfiana Ulfa. Bukan rahasia, wartawan meminjam mulut para tokoh dan ahli, untuk menilai status pernikahan mereka secara hukum.
Pro-kontra melebar kemana-mana. Arahnya Syeh Puji melanggar beberapa undang-undang dan pasal. Dengan berbagai ancaman dan tuntutan. Kalau tidak salah, hukum mengatur hak publik dan private orang.
Pernikahan masuk dalam kategori hak private seseorang. Tapi, kalau tidak salah secara detail, pernikahan hanya diatur dalam hukum agama. Maksudnya, dalam sistem hukum agama, tidak hanya menjelaskan secara detail tentang pernikahannya. Bahkan hingga aspek Immateri atau transenden, sesuatu yang ada di luar jangkauan pikiran manusia, Tuhan itu sendiri.
Kalau media meributkan pernikahan mereka, karena si wanita masih dibawah umur. Mungkin, tolok ukurnya remaja pekotaan, yang diusia 12 tahun masih suka ngompol di celana.
Kalau di desa atau daerah yang masih belum terlalu berbau kotanya. Seusia Lutfiana Ulfa jauh lebih dewasa cara berfikirnya. Sebab sudah terbiasa mikir soal tantangan dan berbagai persoalan hidup.
Ketika Syeh puji dan Ulfa mengatakan, keduanya nikah karena Tuhan. Meskipun dalam ajaran Tuhan ada dasarnya. Kalau mau diketemukan dengan hukum manusia, ciptaan manusia.
Pasti tidak akan sejalan, sebab sama halnya mensejalankan pikiran Tuhan dengan Tuhan. Kalau pikiran manusia sudah sejalan dengan pikiran Tuhan. Pasti tidak akan lagi undang-undang hukum positif.
Toh dalam hukum agama yang mereka yakini, semua sudah diatur didalamnya. Setelah media secara besar-besaran membela Ulfa, dan berusaha minta justifikasi dari ahli, seperti Seto Mulyadi. Mereka dipisahkan, atas nama HAM dan kemanusian.
Ketika Ulfa bertanya kepada wartawan, “Saya disini senang, tidak tertekan, koq diluar sana meributkan saya,”. Tentu media merasa malu, hanya saja untuk menutupi rasa malu, teruslah dibombardir dalam berbagai tayangan acara dan tulisan.
Kini Ulfa siap menjanda, wartawan berhasil membela Ulfa, dengan memisahkan dari Puji. Wartawan dan Seto Mulyadi pasti merasa berhasil dengan membiarkan Ulfa justru merasa malu, karena selalu disebut bau kencur. Dan orang tuanya telah menukar anaknya dengan kekayaan Puji.
Bagaimana dia harus menempatkan diri di tengah masyarakat umum, setelah kejadian ini. Perasaan Ulfa dan orangtuanya, sekarang hanya Tuhanlah yang tau.